Minggu, 29 Januari 2017

Tentang ilmu pengetahuan dan indahnya berbagi

Haloooo.. Assalamu'alaikum.. 
Setelah lagi-lagi vakum setelah setahun lebih.. 
Beberapa hari ini aku tergerak untuk kembali menulis, menggoreskan cerita demi cerita yang terjadi belakangan ini. 
Aaahh sungguh, ada banyak sekali yang ingin ku bagi, namun semua tidak akan mungkin tertuang hanya dalam 1 tulisan. karna pasti akan jadi tulisan yang amat panjang. Maka dari itu, izinkan aku memulainya dengan cerita ini..

Sahabat.. sudah sepatutnya kita bersyukur karena telah ditakdirkan terlahir sebagai manusia, yang senantiasa diberikan keistimewaan oleh sang Maha Pencipta dibandingkan makhluk-NYA yang lain yaitu berupa akal pikiran. Dimana dengan keberadaannya kita diharapkan dapat memilah mana yang haq dan yang bathil. Memilih menjadi sebaik-baiknya manusia atau seburuk-buruknya manusia. Menjadi manusia yang memberi manfaat atau menjadi manusia pemberi kesusahan dan penebar fitnah? Na'udzubillahimindzalik..

Tentu sahabat sudah sering mendengar, dimana terdapat 3 amalan yang tidak akan terputus pahalanya, meskipun orang yang melakukan amalan tersebut telah tiada. Pahala akan terus mengalir padanya. yang mana 3 amalan tersebut adalah sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan (bermanfaat), dan do’a anak yang sholeh.

Menarik, bagaimana sebuah ilmu bisa membuat seseorang terus mendapatkan pahala karenanya?
Dalam sebuah Hadist dikatakan "Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya". (HR Muslim).
Dalam sebuah tulisan yang pernah aku baca disana dikatakan "Ilmu akan bermanfaat jika kita sendiri terlebih dahulu mengamalkannya. Kemudian kita ajarkan ke orang lain. Jika orang yang kita ajarkan itu juga mengamalkan ilmunya, insya Allah kita akan mendapat pahala meski kita telah tiada".

Hal itu pulalah yang menurutku mengapa guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena dengan bantuan mereka dan kesungguhan hati kita, menjadikan kita menjadi manusia yang berilmu.

Dahulu, dari sekian banyak pekerjaan, aku sungguh mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak ingin menjadi guru. Karena menurutku menjadi seorang guru sangatlah sulit. Ada suatu amanah yang harus diemban. Aku selalu berpikir, meskipun mungkin ketika aku memiliki ilmu, bagaimana caranya aku menyampaikan ke mereka tentang ilmu yang aku ingin bagi? bagaimana jika aku tidak mampu menyampaikan hingga tetap membuat mereka tidak faham? 
Namun pemahaman itu seiring waktu luntur terkikis waktu.
Ternyata Allah berkata lain, Allah menginginkan aku melakukan hal yang justru sebelumnya aku fikir aku tidak mampu untuk melakukannya.

Setelah resign sebagai karyawan pada tahun 2015, aku bergabung dalam tim pelatihan. Dijembatani oleh dosen pembingbingku kala itu, aku masih disini hingga saat ini.
Aku masih ingat, ketika perdana aku menjadi pemateri, 1 jam terasa begitu lama dan aku masih kesulitan dalam mengeksplore bahasa dan menyusun kosa kata. 
Pelatihan demi pelatihan membuatku terbiasa, dari mulai olahan makanan, hand craft hingga managementnya. Bisa berbagi meskipun hanya berbagi ilmu, sungguh sangat membahagiakan. Meskipun sesungguhnya, justru akulah yang lebih banyak belajar dari mereka. Melihat semangat mereka dengan usia mereka yang sudah tidak muda membuatku sangat kagum.
Kenapa aku menyukai pekerjaan ini? Karena pekerjaan ini tidak menyita begitu banyak waktu, sehingga aku bisa membagikan waktuku yang lain untuk melakukan hal yang lain.









Disela-sela kegiatanku mengajar pelatihan, aku dtawari sebuah kesempatan untuk berbagi ilmu dengan anak-anak yatim dan dhuafa. Aku menerima kesempatan itu, karena memang tempat dimana nanti aku mengajar tidak jauh dari rumah tempat tinggalku.
Sempat terbesit ragu, mampukah aku? Karena materi yang aku akan aku ajarkan, bukanlah materi yang begitu aku kuasai, MATEMATIKA. Selain itu, objeknya pun berbeda dari yang biasa aku lakukan. Yang biasanya adalah ibu-ibu dan bapak-bapak, namun kali ini aku harus menghadapi anak-anak. Mampukah?
Ketika pertama kali mengajar, masih blank, bagaimana cara aku memulai?
Karena memang disana adalah seperti sistem bimbel, yang mana anak-anak yang hadir disana bukanlah dari satu tingkat kelas. Ada beragam tingkat, dari mulai TK, SD kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan kelas 6, bahkan ada pula anak SMP nya, kelas 7 dan juga kelas 8. 
Mengajar mereka sungguh berbeda dengan ketika mengajar ibu-ibu ataupun bapak-bapak. Aku berusaha untuk menjadi bagian dari mereka.








Dengan sifat khas anak-anak, terkadang mereka sangat manja, dan sikap iri mereka sungguh tidak bisa terhindarkan. Aku harus sungguh berati-hati agar mereka tidak merasa aku pilih kasih. Namun dibalik itu semua, antusiasme belajar mereka sungguh luar biasa, dan itu membuatku sangat bahagia. Aku tidak mempermasalahkan jam mengajar yang harus over load bahkan hampir setiap mengajar harus pulang maghrib, yang seakan rasa lelah tidak menjadi masalah karena semangat belajar dan senyuman mereka.

Hingga aku tidak mampu membendung rasa haru, ketika di hari terakhirku bersama mereka, ada seorang anak yang memberikan hadiah dimana terdapat tulisan didalamnya, hingga ketika aku membacanya, aku tidak dapat membendung airmata karna haru. 

how can it be so sweet 


Ternyata menjadi seorang trainer ataupun pendidik sangat menyenangkan, apalagi ketika keberadaan kita bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Karena shodaqoh tidak harus melulu berupa materi (uang) namun juga bisa berupa ilmu pengetahuan :)