Haloooo.. Assalamu'alaikum..
Setelah lagi-lagi vakum setelah setahun
lebih..
Beberapa hari ini aku tergerak untuk kembali
menulis, menggoreskan cerita demi cerita yang terjadi belakangan ini.
Aaahh sungguh, ada banyak sekali yang ingin ku
bagi, namun semua tidak akan mungkin tertuang hanya dalam 1 tulisan. karna
pasti akan jadi tulisan yang amat panjang. Maka dari itu, izinkan aku
memulainya dengan cerita ini..
Sahabat.. sudah sepatutnya kita bersyukur karena
telah ditakdirkan terlahir sebagai manusia, yang senantiasa diberikan
keistimewaan oleh sang Maha Pencipta dibandingkan makhluk-NYA yang lain yaitu
berupa akal pikiran. Dimana dengan keberadaannya kita diharapkan dapat memilah
mana yang haq dan yang bathil. Memilih menjadi sebaik-baiknya manusia atau
seburuk-buruknya manusia. Menjadi manusia yang memberi manfaat atau menjadi
manusia pemberi kesusahan dan penebar fitnah? Na'udzubillahimindzalik..
Tentu sahabat sudah sering mendengar, dimana
terdapat 3 amalan yang tidak akan terputus pahalanya, meskipun orang yang
melakukan amalan tersebut telah tiada. Pahala akan terus mengalir padanya. yang
mana 3 amalan tersebut adalah sedekah
jariyah, ilmu yang dimanfaatkan (bermanfaat), dan do’a anak yang sholeh.
Menarik, bagaimana sebuah ilmu
bisa membuat seseorang terus mendapatkan pahala karenanya?
Dalam sebuah Hadist dikatakan "Barangsiapa
yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan
mendapat pahala seperti orang yang melakukannya". (HR Muslim).
Dalam sebuah tulisan yang pernah
aku baca disana dikatakan "Ilmu akan bermanfaat jika kita sendiri terlebih
dahulu mengamalkannya. Kemudian kita ajarkan ke orang lain. Jika orang yang
kita ajarkan itu juga mengamalkan ilmunya, insya Allah kita akan mendapat
pahala meski kita telah tiada".
Hal itu pulalah yang menurutku
mengapa guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena dengan
bantuan mereka dan kesungguhan hati kita, menjadikan kita menjadi manusia yang
berilmu.
Dahulu, dari sekian banyak
pekerjaan, aku sungguh mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak ingin
menjadi guru. Karena menurutku menjadi seorang guru sangatlah sulit. Ada suatu
amanah yang harus diemban. Aku selalu berpikir, meskipun mungkin ketika aku
memiliki ilmu, bagaimana caranya aku menyampaikan ke mereka tentang ilmu yang
aku ingin bagi? bagaimana jika aku tidak mampu menyampaikan hingga tetap
membuat mereka tidak faham?
Namun
pemahaman itu seiring waktu luntur terkikis waktu.
Ternyata
Allah berkata lain, Allah menginginkan aku melakukan hal yang justru sebelumnya
aku fikir aku tidak mampu untuk melakukannya.
Setelah resign sebagai karyawan pada tahun 2015, aku bergabung
dalam tim pelatihan. Dijembatani oleh dosen pembingbingku kala itu, aku masih
disini hingga saat ini.
Aku masih ingat, ketika perdana aku menjadi pemateri, 1 jam terasa
begitu lama dan aku masih kesulitan dalam mengeksplore bahasa dan menyusun kosa
kata.
Pelatihan demi pelatihan membuatku terbiasa, dari mulai olahan
makanan, hand craft hingga managementnya. Bisa berbagi meskipun hanya berbagi
ilmu, sungguh sangat membahagiakan. Meskipun sesungguhnya, justru akulah yang
lebih banyak belajar dari mereka. Melihat semangat mereka dengan usia mereka
yang sudah tidak muda membuatku sangat kagum.
Kenapa aku menyukai pekerjaan ini? Karena pekerjaan ini tidak
menyita begitu banyak waktu, sehingga aku bisa membagikan waktuku yang lain
untuk melakukan hal yang lain.
Disela-sela kegiatanku mengajar pelatihan, aku dtawari sebuah
kesempatan untuk berbagi ilmu dengan anak-anak yatim dan dhuafa. Aku menerima
kesempatan itu, karena memang tempat dimana nanti aku mengajar tidak jauh dari
rumah tempat tinggalku.
Sempat terbesit ragu, mampukah aku? Karena materi yang aku akan
aku ajarkan, bukanlah materi yang begitu aku kuasai, MATEMATIKA. Selain itu,
objeknya pun berbeda dari yang biasa aku lakukan. Yang biasanya adalah ibu-ibu
dan bapak-bapak, namun kali ini aku harus menghadapi anak-anak. Mampukah?
Ketika pertama kali mengajar, masih blank, bagaimana cara aku
memulai?
Karena memang disana adalah seperti sistem bimbel, yang mana
anak-anak yang hadir disana bukanlah dari satu tingkat kelas. Ada beragam
tingkat, dari mulai TK, SD kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan kelas 6, bahkan ada
pula anak SMP nya, kelas 7 dan juga kelas 8.
Mengajar mereka sungguh berbeda
dengan ketika mengajar ibu-ibu ataupun bapak-bapak. Aku berusaha untuk menjadi
bagian dari mereka.
Dengan sifat khas anak-anak,
terkadang mereka sangat manja, dan sikap iri mereka sungguh tidak bisa
terhindarkan. Aku harus sungguh berati-hati agar mereka tidak merasa aku pilih
kasih. Namun dibalik itu semua, antusiasme belajar mereka sungguh luar biasa,
dan itu membuatku sangat bahagia. Aku tidak mempermasalahkan jam mengajar yang
harus over load bahkan hampir setiap mengajar harus pulang maghrib, yang seakan
rasa lelah tidak menjadi masalah karena semangat belajar dan senyuman mereka.
Hingga aku tidak mampu membendung rasa haru,
ketika di hari terakhirku bersama mereka, ada seorang anak yang memberikan
hadiah dimana terdapat tulisan didalamnya, hingga ketika aku membacanya, aku
tidak dapat membendung airmata karna haru.
how can it be so sweet
Ternyata menjadi seorang trainer
ataupun pendidik sangat menyenangkan, apalagi ketika keberadaan kita bisa
memberikan manfaat bagi orang lain. Karena shodaqoh tidak harus melulu berupa materi (uang) namun juga bisa berupa ilmu pengetahuan :)